5 Fakta tentang Sunat untuk Perempuan
Sunat pada perempuan merupakan hal yang sering di lakukan di Indonesia. Biasanya sunat pada perempuan dilakukan ketika bayi baru lahir dengan cara melukai bagian klitoris pada bayi. Di negara lain seperti Afrika, sunat perempuan lebih dikenal sebagai Female Genital Mutilation (FGM). Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melarang kegiatan ini karena lebih banyak kerugiannya dan tidak mendatangkan manfaat sama sekali untuk perempuan.
Tidak ada manfaat kesehatan
Menurut WHO, sunat pada perempuan sama sekali tidak ada manfaatnya. Sunat pada perempuan dapat menyebabkan terjadinya luka dan perdarahan yang menyebabkan infeksi. Sunat pada perempuan juga dapat menyebabkan rasa nyeri pada saat berhubungan seksual ketika anak sudah dewasa dan menurunkan kepuasan seksual.
Memiliki beberapa tipe
Mungkin kita hanya menyangka bahwa sunat perempuan hanya melukai bagian klitoris saja, tetapi ternyata, di beberapa negara di benua Afrika, sunat perempuan lebih ekstrim lagi. Berikut adalah tipe-tipe dari sunat perempuan:
Tipe 1: Klitoridektomi, yaitu memotong sebagian atau seluruh klitoris (bagian yang kecil dan sensitif pada perempuan serta memiliki jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah) atau bagian preputiumnya (bagian kulit sekitar klitoris)
Tipe 2: Eksisi (memotong) sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora, dengan atau tanpa eksisi labia majora (labia adalah ‘bibir’ yang mengelilingi vagina).
Tipe 3: Infibulasi, menyempitkan lubang vagina melalui pembentukan penutup vagina. Bagian penutup ini dibentuk melalu pemotongan atau mengubah posisi labia minor (bagian dalam) atau mayor (bagian luar) dengan atau tanpa menghilangkan klitoris.
Tipe 4: Semua prosedur berbahaya lainnya terhadap alat kelamin perempuan untuk tujuan non-medis, misalnya menusuk, menindik, mengiris, menggores dan melakukan prosedur cauterizaion (membakar kulit/daging dengan sebuah alat) area genital.
Pelanggaran hak anak
Setiap anak berhak untuk mendapatkan penghidupan dan kesehatan yang layak. Sunat pada perempuan dianggap salah satu pelanggaran hak terhadap anak karena menimbulkan banyak kerugian dibandingkan dengan keuntungannya. Komplikasi yang ditimbulkan pada sunat perempuan sangat banyak, termasuk komplikasi dalam jangka panjang seperti gangguan menstruasi dan gangguan berkemih, nyeri saat berhubungan seksual, kemandulan, meningkatnya risiko kanker mulut rahim, keloid, infeksi saluran kemih, dan komplikasi lainnya.
Peraturan tentang sunat perempuan dicabut
Pada tahun 2013, Menteri Kesehatan Republik Indonesia mencabut Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 yang mengatur tentang praktik sunat perempuan. Hal ini disebabkan karena banyak pihak yang menganggap sunat perempuan di Indonesia sama dengan sunat perempuan yang dilakukan di negara-negara Afrika. Padahal pada kenyataannya, sunat pada perempuan di Indonesia sangat berbeda. Sunat perempuan dianggap tidak ada manfaatnya sama sekali dan sudah disosialisasikan kepada tenaga medis yang ada.
Merupakan tradisi yang telah lama dilakukan
Sunat perempuan merupakan suatu tradisi yang telah lama dilakukan. Pada negara-negara di Afrika sunat perempuan dilakukan pada usia 15-49 tahun dan sudah dilakukan secara turun menurun sejak dahulu kala. Seiring berkembangnya zaman, tradisi ini pun menjadi berubah pengaruhnya karena dianggap tidak ada manfaatnya. Edukasi pada perempuan-perempuan yang tinggal di sana juga telah dilakukan, sehingga tradisi sunat perempuan ini perlahan-lahan telah ditinggalkan.