Senin, 10 November 2025

"Laporan Perkembangan" atau "Batu Nisan" Keadilan? Sorotan Herry Battileo untuk Kasus yang Dikubur Hidup-hidup di Polsek Fatuleu




(Kupang, [10 November 2025]) – Sebuah Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polsek Fatuleu bernomor SP2HP/5/XI/2013/Polsek Fatuleu justru menguak fakta pahit: sebuah kasus pengeroyokan telah mandek dalam lorong waktu selama hampir satu setengah dekade. Surat yang seharusnya menjadi tanda progress, justru menjadi bukti kelambanan penegakan hukum.


SP2HP yang dikeluarkan pada 19 November 2013 itu ditujukan kepada korban, Thobias Kake, sebagai respons atas Laporan Polisi (LP) yang dibuat pada 28 Oktober 2013 terkait kasus tindak pidana pengeroyokan yang diduga melibatkan Pasal 170 Ayat (1) KUHP.


Dalam surat tersebut, Polsek Fatuleu mengklaim telah melakukan sejumlah langkah. Tiga tersangka, yaitu Yesua O.K. Poen, Ongki Yunedi Poen, dan Yafet Abraham Peon, telah diperiksa. Selain itu, polisi juga berencana memanggil lima tersangka lain:  Berinisial RP, AP, EO, MF, dan SB untuk dimintai keterangan.


Namun, yang menjadi persoalan adalah, perkembangan yang dijanjikan "selanjutnya akan kami sampaikan" itu ternyata tidak kunjung tiba hingga hari ini. SP2HP itu sendiri kini genap berulang tahun yang ke-12, sementara kasusnya terbengkalai tanpa kejelasan.


Merespon mandeknya kasus ini, Advokat ternama Herry F.F Battileo,S.H.,MH menyoroti persoalan ini dengan keras. "Ini adalah contoh klasik dimana SP2HP hanya menjadi dokumen administratif yang tidak memiliki roh penegakan hukum. Masyarakat korban diberikan janji dan laporan perkembangan, tetapi pada realitanya, penyidikan tidak bergerak maju," ujar Herry Battileo.


Herry Battileo menegaskan bahwa mandeknya sebuah kasus selama sepuluh tahun adalah cerminan dari tidak optimalnya upaya penyidikan. "Apa yang terjadi dengan lima tersangka yang akan dipanggil? Apakah mereka tidak pernah ditemukan? Atau justru upaya penegakan hukumnya yang kehilangan arah? Kapolres Kupang dan Kasat Reskrim yang pada waktu itu menerima tembusan surat ini harus mempertanggungjawabkan mengapa kasus ini bisa 'tertidur' puluhan tahun."


Ironisnya, SP2HP yang mandek ini pada masanya juga diketahui oleh atasan, dengan tembusan kepada Kapolres Kupang, Wakapolres Kupang, dan Kasat Reskrim Polres Kupang. Fakta ini justru menguatkan kritik bahwa pengawasan internal di tubuh kepolisian seringkali tidak efektif dalam mendorong penyelesaian suatu perkara.


Korban, Thobias Kake, hingga saat ini jelas masih menanti keadilan yang dijanjikan oleh hukum. Kasus ini menjadi pengingat betapa mudahnya proses hukum terperangkap dalam birokrasi dan janji-janji kosong, meninggalkan korban dalam ketidakpastian yang berkepanjangan.


Desakan kini menunggu tindakan tegas dari Kapolres Kupang saat ini untuk membuka kembali dan menyelesaikan kasus yang telah "berulang tahun" ini, atau setidaknya memberikan penjelasan transparan kepada publik mengenai alasan kemandekannya.


Penulis Jefrianus Pati Bean

Related Posts